Jumat, 01 Februari 2013

Batavia Air Terancam Bangkrut

Posted by Alfiana Sari 02.29, under | 2 comments

Industri penerbangan dalam negeri lagi-lagi terancam bangkrut. Di tengah ekspansi sejumlah maskapai berbiaya murah, muncul kasus maskapai jatuh pailit. Masalah utang akibat krisis keuangan menjadi pemicunya. Tiga yang terakhir dialami Adam Air, Mandala Airlines, dan kini Batavia Air. 
PT Metro Batavia selaku operator maskapai Batavia Air diputus pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Rabu 30 Januari 2013. Operasional perusahaan pun terhenti sejak Kamis 31 Januari 2013 pukul 00:00 WIB. 


Majelis hakim dalam pertimbangannya menilai Batavia Air tidak mampu membayar utang US$4,68 juta kepada penggugatnya, perusahaan sewa guna pesawat, International Lease Finance Corporation (ILFC). 

Semua ketentuan Pasal 2 ayat 11 Undang-Undang Kepailitan, menurut majelis hakim, telah terpenuhi dan Batavia Air wajib dipailitkan. "Utang itu jatuh tempo pada 13 Desember 2012," kata Bagus.



Utang jatuh tempo itu terkait sewa pesawat Airbus A330 yang dioperasikan maskapai swasta nasional itu. Awalnya, pesawat itu disiapkan untuk angkutan haji. Namun, dalam tiga tahun terakhir, Batavia gagal mendapatkan tender pengangkutan haji itu, sehingga pesawat tidak maksimal dioperasikan. 


Padahal, berdasarkan data Kementerian Perhubungan, sepanjang semester I-2012, bisnis transportasi udara di dalam negeri masih menjanjikan. Penumpang domestik dari 18 maskapai nasional mencapai 33 juta orang. 


Bahkan, Batavia Air masuk dalam empat besar dengan menerbangkan 3,51 juta penumpang atau menguasai pangsa pasar 10,45 persen. Batavia hanya kalah dari Lion Air yang menguasai pangsa pasar penumpang domestik sebesar 41,51 persen dengan menerbangkan 13,97 juta penumpang. 


Disusul di peringkat kedua, maskapai BUMN, Garuda Indonesia, yang menerbangkan 7,8 juta penumpang domestik atau 23,20 persen. Di belakang Garuda Indonesia adalah Sriwijaya Air dengan meraup 3,9 juta penumpang atau 11,59 persen selama enam bulan pertama 2012.


Kinerja Batavia Air itu pun mengalahkan Merpati Nusantara Airlines dan AirAsia yang berada di peringkat keenam dan ketujuh. Kedua maskapai itu masing-masing menerbangkan 1,13 juta penumpang atau 3,4 persen dan 882.480 penumpang.


Persoalan Refund
Seolah berulang dalam setiap kasus maskapai jatuh pailit, persoalan pengembalian uang tiket pesawat atau refund sering dikeluhkan penumpang. Minimnya penjelasan dari pihak kurator untuk menyelesaikan proses refund juga dialami penumpang Batavia Air.



Kantor pelayanan tiket dan penumpang Batavia Air di Bandara Soekarno-Hatta hingga Kamis 31 Januari 2013 tutup. Penumpang yang semestinya mendapat pelayanan refund dan kepastian keberangkatan menjadi telantar. 


Berdasarkan pemantauan , tidak ada satu pun petugas ataupun kurator yang hadir. Bahkan, ketika penumpang diminta ke kantor Batavia di Kemayoran, Jakarta Pusat, kondisi tak jauh berbeda. Kantor Batavia Air tertutup rapat.


Padahal, di Bandara Soekarno-Hatta, Batavia Air dijadwalkan melayani 28 penerbangandatang dan berangkat, yang terdiri atas 16 jadwal kedatangan dan 12 jadwal keberangkatan. Dari total pemberangkatan tersebut, rute tujuan terbanyak adalah penerbangan dari Surabaya dan Pontianak.


Adapun rute-rute reguler yang dilayani Batavia Air di Bandara Soekarno-Hatta pada setiap harinya meliputi antara lain tujuan Jakarta-Pontianak, Jakarta-Yogyakarta, Jakarta-Surabaya, Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Tanjung Pandan, Jakarta-Jambi, Jakarta-Bandar Lampung, Jakarta-Padang, dan Jakarta-Medan.


Rute tujuan lainnya adalah Jakarta-Balik Papan, Jakarta-Ternate, Jakarta-Palu, Jakarta-Kupang, Jakarta-Ujung Pandang, Jakarta-Ambon, serta sejumlah rute penerbangan domestik lainnya.


Sementara itu, untuk rute penerbangan internasional yang dilayani Batavia Air antara lain tujuan Jakarta-Singapura dan Jakarta-Jeddah, serta Jakarta-Ryadh. 


Menanggapi keluhan penumpang terkait proses refund itu, Public Relations Manager Batavia Air, Elly Simanjuntak, mengaku sudah menunjuk petugas untuk melayani keluhan pemegang tiket Batavia Air yang mencari informasi mengenai mekanisme refund atau penukaran tiket mereka. 


Namun, ia menambahkan, ketidakhadiran petugas yang ditunjuk kemungkinan karena adanya kekhawatiran tindakan yang tidak diinginkan dari para penumpang Batavia Air.


"Mungkin mereka takut, seperti kejadian-kejadian sebelumnya. Pernah waktu itu kantor kami dirusak, sampai manajer disandera. Padahal, cuma karena minta uang kembali Rp400 ribu," tutur Elly.


Selain itu, Elly menambahkan, kurangnya koordinasi dengan kurator yang ditunjuk bisa menjadi penyebabnya. Sebab, hingga Kamis sore, karyawan Batavia Air tidak diarahkan oleh kurator untuk mengambil tindakan yang diperlukan. 


Sementara itu, Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti, meminta penumpang Batavia Air yang telah membeli tiket pesawat untuk mulai didata. 


Herry menjelaskan, untuk penumpang yang tetap ingin berangkat, bisa menggunakan maskapai Mandala Airlines yang telah menjalin kerja sama dengan Batavia Air. Ia mengatakan, jika Mandala Airlines kewalahan dan tidak bisa melayani penumpang Batavia Air, maskapai itu akan memberikan voucher pengganti yang bisa digunakan penumpang untuk menggunakan pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air. 


Strategi Manajemen
Tanda-tanda pailitnya Batavia Air sebenarnya sudah terlihat dari gagalnya akuisisi oleh AirAsia. Maskapai penerbangan berbiaya murah, AirAsia Berhad dan mitranya PT Fersindo Nusaperkasa akhirnya mengumumkan secara resmi pembatalan akuisisi saham PT Metro Batavia, pada Oktober tahun lalu. 



Semula, AirAsia akan membeli seluruh saham Metro Batavia yang mengoperasikan maskapaipenerbangan Indonesia, Batavia Air, dan Aero Flyer Institute (AFI) yaitu sebuah sekolah pelatihan penerbangan.


Pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo, menduga, upaya "memailitkan" Batavia Air merupakan salah satu strategi yang ditempuh manajemen. "Saya kira daripada beroperasi terus, rugi Batavia Air akan lebih besar," kata Dudi.


Menurut Dudi, gejolak Batavia Air telah terlihat dari gagalnya akuisisi 100 persen saham PT Metro Batavia oleh Air Asia tersebut. Kajian OSK Research Sdn Bhd menyatakan Batavia Air memiliki utang sebesar US$40 juta.


Selain itu, Batavia Air mulai mengurangi armada pesawatnya pada 2012 sebanyak empat pesawat. Maskapai itu juga memangkas jumlah rute dari 64 penerbangan menjadi 44penerbangan.


Strategi Batavia Air menyewa pesawat Airbus 330 dari perusahaan sewa guna pesawat, International Lease Finance Corporation (ILFC), juga dinilai salah langkah. Batavia Air selama tiga tahun berturut-turut gagal mendapatkan proyek penerbangan haji. "Upaya mengalihkan rute ke dua kota di China dan Arab Saudi pun ternyata tidak mampu menutup biaya sewa," katanya.


Batavia Air, dia menambahkan, dapat mengikuti jejak Mandala Airlines yang berhasil mendapatkan investor baru. Cara ini sama seperti aturan di Amerika Serikat. Yakni, setiap perusahaan yang akan bangkrut berlindung di balik UU
Chapter 11.



"Perusahaan yang mau bangkrut atau pailit diberi kesempatan untuk bangkit lagi dengan konsultasi dan mencari investor baru. Cara ini dilakukan secara tidak langsung oleh Mandala," katanya. "Selama utang dapat diselesaikan, mungkin Batavia Air akan mendapatkan investor lain."


Dia berharap, untuk mengantisipasi kejatuhan industri penerbangan di Indonesia, maskapai dapat menempuh beberapa strategi. Di antaranya penggabungan usaha atau merger dan fokus pada penerbangan domestik. "Lebih baik kita punya maskapai sedikit, tapi kuat," ujarnya.


Kementerian Perhubungan menyatakan, Batavia Air masih berpeluang untuk beroperasi kembali dengan sejumlah persyaratan. "Secara undang-undang masih dimungkinkan," kata Direktur Angkutan Perhubungan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Djoko Murjatmodjo.


Djoko menambahkan, Batavia Air dapat beroperasi kembali dengan nama baru. Badan usaha angkutan udara itu bisa beroperasi kembali, di antaranya jika sudah mengganti nama dan jajaran direksinya. 


Pasal 111 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan, salah satu syarat seseorang menjadi direksi suatu maskapai penerbangan adalah saat dia memimpin maskapai, badan itu tidak pernah dinyatakan pailit. Namun, ada pengecualian untuk direktur utamanya yang dinyatakan ayat 2 dalam pasal yang sama.


Tentu saja, operasional suatu maskapai yang diputus pailit bisa kembali berjalan normal jika telah mendapat suntikan modal baru, seperti halnya yang terjadi pada Mandala